Transformasi Big Company Menjadi Agile Organization
Sadar Disruption
Perusahaan-perusahaan besar menyadari pentingnya kegesitan dalam mengantisipasi perubahan. Tak sedikit perusahaan besar yang gulung tikar karena produk atau services-nya tidak lagi relevan di market. Kalah dengan munculnya produk-produk atau services baru yang inovatif, dan mayoritas berasal dari start-up. Start-up memiliki kelebihan yaitu gesit tadi. Dia bisa gesit karena tidak banyak aturan yang membelenggu.
Perusahaan besar berpikir keras menghadapi situasi ini. Bukan hal yang mudah, karena pada umumnya perusahaan besar sudah terikat dengan berbagai aturan atau governance. Apalagi jika dia sudah menjadi perusahaan publik. Lalu bagaimana caranya agar perusahaan tetap up-to-date dengan kebutuhan customer? Tentunya harus selalu berinovasi.
Cara perusahaan berinovasi bisa bermacam-macam. Sebagai contoh di Telkom, setiap tahun ada lomba inovasi internal. Ide-ide inovasi dari karyawan diwadahi dalam program Amoeba. Ini adalah semacam start-up internal perusahaan. Telkom juga menghimpun inovasi eksternal lewat program Indigo. Dari program-program ini, start-up yang sudah mulai tinggi valuasinya dicarikan suntikan modal lewat MDI, yaitu sebuah anak perusahaan yang didirikan Telkom untuk menjadi corporate venture capital.
Inovasi yang lahir dan dibesarkan oleh start-up internal maupun eksternal yang diceritakan di atas bermula dari ide individu atau team. Lalu bagaimana halnya dengan inovasi yang idenya muncul dari management perusahaan sendiri, sesuai dengan rencana strategis perusahaan. Untuk menjawab ini dibentuklah unit yang memang tugasnya berinovasi menghasilkan produk atau layanan yang baru.
Dual mode
Perusahaan punya kepentingan untuk tetap memelihara produk dan layanan yang saat ini berkontribusi besar terhadap revenue, walau barangkali sudah mulai terlihat pertumbuhan minus alias penurunannya. Di sisi lain, perusahaan juga harus mengembangkan inovasi. Dua kepentingan ini punya karakteristik yang berbeda. Yang satu biasanya produk atau layanan tersebut sudah relatif stabil sehingga yang diperlukan adalah capex untuk meningkatkan kapasitas produksi. Sementara yang satu lagi masih mencari bentuk, masih mungkin salah arah, dan masih belum tentu akan berlanjut.
Karena dua kepentingan di atas, maka muncul ide dual mode. Ada unit yang tugasnya menjaga keberlangsungan produk dan layanan lama, dan ada unit yang tugasnya berinovasi menghasilkan produk dan layanan baru.
Nah selanjutnya kita akan bicara tentang unit yang kedua, karena di situ letak tantangannya bagi perusahaan besar sebagaimana penulis sebutkan di bagian awal tulisan ini. Tantangannya adalah setidaknya harus menjawab pertanyaan: seperti apa unit inovasi itu, dan bagaimana cara kerjanya agar inovasi bisa tumbuh dengan baik.
Maka dipelajarilah start-up, dan coba terapkan apa yang ada di sana. Secara struktur organisasi dapat dibentuk Tribe-tribe yang berperan sebagai organisasi mandiri untuk melakukan pengembangan produk/layanan, go to market, dan mengoperasikannya. Lalu dari sisi cara kerja, satu hal yang sudah sering kita dengar adalah agile methodology, yang berangkat dari kesadaran bahwa perubahan begitu cepat, sehingga jika menggunakan cara lama pengembangan produk yaitu waterfall, maka sangat mungkin terjadi, ketika produk selesai dibuat, produk tersebut tidak terpakai oleh user karena kebutuhannya sudah berubah.
Apa yang perlu dilakukan unit ini agar agility itu terjadi? Menurut Ekipa, ada 5 hal utama yang perlu ditransformasikan agar sebuah perusahaan menjadi agile organization:
- Long term planning to Iterative work
Dari perencanaan jangka panjang menjadi rencana jangka pendek yang selalu diiterasi (inspect, dan adapt). - Silos/ departments to cross functional team
Dari organisasi yang dikotak-kotakkan berdasarkan fungsi menjadi project-project yang masing-masingnya berisi orang -orang lintas fungsi. - From command & control to self organization
Dari bekerja berdasarkan penugasan atau arahan atasan menjadi berinisiatif, proaktif dan memutuskan sendiri. - Inside out to Customer drives innovation
Dari membangun produk berdasarkan ide produsen menjadi berdasarkan keinginan pelanggan. - Output, ‘doing my job’ to end 2 end accountability
Dari kerja ego sentral (yang penting tanggung jawab saya selesai) menjadi kerja team yang harus menuntaskan keseluruhan tanggung jawab.
Tantangan Agile Organization
Mewujudkan agile organization yang bisa merealisasikan ide-ide di atas di sebuah perusahaan besar tentu tak mudah. Setidaknya ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dan dicarikan solusinya, di antaranya:
- Squad yang berisi cross functional team sejauh ini baru memungkinkan bagi fungsi-fungsi IT, dan mungkin marketing, tapi terbentur compliance jika terkait fungsi-fungsi support seperti procurement, finance, legal, HR recruitment. Di sana ada aturan mengenai segregation of duties, fraud prevention dan hal-hal lain terkait risk management.
- Konsep self direction/ self driven memerlukan team member yang kompeten dan berdedikasi tinggi. Masih banyak PR jika team member-nya kebanyakan junior, yang masih harus banyak belajar dan belum punya cukup motivasi dari dalam diri sendiri.
Untuk mengubah regulasi yang terkait compliance, dalam pandangan penulis sulit diwujudkan oleh perusahaan publik, karena perusahan diaudit oleh auditor publik dan harus tunduk kepada banyak aturan eksternal. Akan lebih mudah jika mode agile ini dieksekusi di anak perusahaan. Dan masing-masing Tribe sebagai unit inovasi yang berisi squad-squad pengembangan produk/ layanan bisa menjadi cucu perusahaan yang diberi modal lalu diberi keleluasaan melakukan rekrut karyawan, membuka rekening, dan lain-lain. Lebih menarik lagi jika tim inti dari tribe tersebut sebagai para founder-nya diberi share atau saham atas perusahaan yang dikelolanya.